Bismillahirrahmanirrahim.
Mari bicara soal cinta. Satu syarat yang
harus kau penuhi untuk perihal ini adalah, tanggalkanlah dulu logikamu,
kemudian asah hatimu.
Sudah? Baiklah.
Jagi begini kawan, cinta adalah hadiah dari
Dia Yang Mahacinta. Maka bersyukurlah kawan, ketika kau masih bisa
merasakannya. Layaknya manusia yang beretika, maka sebuah hadiah sudah
sepatutnya untuk dijaga, apalagi jika hadiah itu adalah pemberian dari Dia Yang
Mahacinta. Maka jagalah cinta itu kawan. Jangan kau rusak, jangan kau
telantarkan, jangan pula kau gadaikan.
Cinta memang suatu perihal ajaib. Ia
seringkali membuat orang bahagia, dan memang begitu seharusnya. Banyak orang
yang bilang cinta. Banyak sekali. Namun tahukah kau, kawan? Bahwa adalah sebuah
kedustaan, bilang cinta tanpa adanya pengorbanan yang menyertai. Ya, ketika kau
mencintai sesuatu, maka kau harus berkorban untuknya. Kalau belum berkorban,
maka jangan berbual bilang cinta! Cinta adalah pengorbanan. Namun hei,
pengorbanan bukan berarti kerugian, bukan?
Oiya, apakah kau pernah merasakan cinta itu
kawan? Bagaimana rasanya? Apakah sama seperti yang sedang kurasakan? Aku
merasakan tentram berada di sekitar orang-orang yang aku cintai. Aku bahagia
bersama orang-orang ini. Awalnya orang-orang ini hanyalah sekumpulan orang yang
berkumpul dan bahu-membahu membuat sebuah karya hebat. Lalu seiring bergulirnya
waktu, aku merasakan cinta hadir di antara kami, kawan. Kedatangannya begitu
lembut, tanpa kusadari, tanpa kupaksakan. Ajaib bukan? Memang seperti itu cinta!
Mungkin sama sekali tidak masuk akal, tapi ingatlah aturan main di awal tadi,
kawan.
Dan setelah cinta itu benar-benar
menyelubungi sanubari kami, apa yang kami lakukan? Biarkan saja! Tak usah lah
berucap manis setiap kali bertemu, bilang-bilang cinta, rindu, sayang, atau
apalah. Memastikan bahwa setiap dari kami baik-baik saja itu sudah cukup. Cinta
memang tidak muluk-muluk kawan. Dan tahap tertinggi kecintaan adalah, ketika
kau sudah mampu menyebut nama-nama orang yang kau cintai dalam setiap doamu pada
Sang Mahacinta! Sudahkah kawan?
Sayangnya kawan, kami menyadari bahwa kami
saling mencintai justru ketika waktu-waktu bersama kami hampir habis. Kami baru
menyadari bahwa betapa berharganya waktu-waktu itu. Ini menyedihkan, kawan.
Andai saja kau tahu. Betapa pedihnya hati ketika harus berpisah. Namun di situ
lah kawan! Di situ kecintaanmu diuji! Jika memang cinta, maka lepaskanlah.
Karena hakikatnya cinta itu melepaskan. Semakin kuat cinta itu, maka semakin
ikhlas pula kita melepaskan. Tidak masuk akal? Ingat lagi aturan main kita di
awal.
Aku selalu bersyukur atas cinta yang hadir
di setiap pertemuan kami, kawan. Rindu rasanya. Namun hidup harus terus
berlanjut bukan? Kalau diulang-ulang ya ngapain, kurang kerjaan. Sebuah akhir
perjalanan adalah sebuah awal bagi perjalanan baru, begitu bukan teorinya? Aku
mengerti kawan, aku mengerti betul. Hanya saja, aku ingin mereka tahu bahwa,
aku mencintai mereka, bukan karena kehebatan mereka, bukan karena harta mereka,
atau karena kebaikan-kebaikan mereka, namun semata-mata hanya karena Dia, Dia
Yang Mahacinta.
16/12/15, H-1 UB Neurologi
@bzahrinad
Untuk sebuah tim hebat, empat huruf satu
cinta, PSDM.
0 komentar:
Posting Komentar