Wanita

"Gapapa kalau memang harus remedi. Gapapa kalau nilainya gak cumlaude. Terserah mau ikut organisasi apa aja. Terserah pengen jadi apa aja. Yang penting kamu jadi anak shalihah, nurut sama suami. Mau spesialis, mau S2, udah pokoknya besok nurut sama suami aja." -Ayah.

'Nurut sama suami...'
Sebuah kalimat yang selalu membuatku tertegun, membuatku takut bermimpi terlalu tinggi, dan tak jarang, membuatku berontak.

Tidak, wanita tidaklah lemah.
Wanita berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Bukankah dalam Islam pun, wanita diperbolehkan menentukan jumlah mahar yang harus disiapkan untuk melamar dirinya? Mengapa hanya masalah S2 atau spesialis harus 'nurut sama suami'?
Ayah, 15 tahun sudah engkau menyekolahkan aku. Pengorbananmu, pengorbanan Bunda, dan seluruh tetes keringat yang kucucurkan untuk menuntut ilmu, mengapa semudah itu ditukar dengan 'nurut sama suami'?
Ayah, sungguh, seseorang di sana yang kelak menjadi suamiku, hanyalah orang asing yang tidak mengerti tentang perjalanan mimpiku. Dia tak akan lebih paham soal rajutan harapan bertahun-tahunku. Namun mengapa tetap saja kau katakan 'nurut sama suami'?

Tidak, wanita tidaklah lemah.
Masih saja kuberontak. Wanita tidak hanya melulu soal rumah dan anak. Wanita bisa saja keliling dunia dan meninggalkan jejak.
Bunda, mengapa masih saja ada wanita yang mau mengekang dirinya sendiri, mengubur dalam-dalam sejuta mimpi, hanya untuk sekadar menyiapkan sarapan setiap pagi?
Mengapa rela tidur larut demi mengurus anak dan suami?
Mengapa harus izin ketika akan pergi?

Tidak, wanita tidaklah lemah.
Benar, wanita tidaklah lemah. Siapa pula yang bilang wanita lemah?
Wanita sangatlah kuat.
Ia kuat menahan egonya, tatkala suami melarangnya melakukan berbagai macam hobi.
Ia kuat menahan emosinya, tatkala tingkah anaknya membuatknya jengkel dan sakit hati.
Ia kuat menahan kantuknya, demi memastikan semua anggota keluarga telah terlelap dalam mimpi.
Ia kuat menahan tangisnya, demi menebar senyuman setiap hari.
Ia kuat menahan perih tangan ketika mencuci.
Ia kuat menahan panas asap ketika menanak nasi.
Wanita begitu kuat, bukan kuat menaklukkan dunia, melainkan dirinya sendiri.

Sepertinya memang begitulah fitrah seorang wanita, yang kata Ayah 'nurut sama suami'. Sungguh, bukan berarti wanita tak boleh bercita-cita tinggi. Bukanlah suatu dosa, melainkan akan begitu mulia, ketika ia memilih meniti karir meraih mimpi, atas izin suami, dan hanya semata-mata untuk meraih ridha Ilahi.

Surakarta, 8 Februari 2017

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top